Memperingati Hari Musik Nasional (HMN) yang jatuh pada tanggal 9 Maret 2016, RTC UI kembali mengadakan music special “Satu Pekan Penuh Gemuruh Musik Pertiwi” atau disingkat SEKAPUR SIRI. SEKAPUR SIRI disiarkan 14-18 Maret 2016. Nah, mungkin kalian bertanya-tanya ya apa sih yang special dari SEKAPUR SIRI? Yang special adalah di setiap harinya akan ada bintang tamu dari band atau solois yang akan sharing tentang proyek mereka dan pendapat mereka tentang HMN.

Nah, pada SEKAPUR SIRI di hari kedua yaitu Selasa, 15 Maret 2016, RTC UI kedatangan tamu yang keren banget, terkenal, dan yang pasti karya mereka sudah mendunia. Mereka adalah band asal Jakarta yang beraliran Jazz Retro. Gaya mereka khas, ala vintage, dan sering menjadi pengisi soundtrack dalam film. Salah satunya dalam Film Janji Joni, dimana mereka menyanyikan lagu Senandung Maaf. Sudah bisa kalian tebak siapa mereka ? Ya, mereka adalah White Shoes and The Couples Company(WSATCC)!

Hari itu memang tidak seluruh personil dari WSATCC hadir, hanya Ricky dan John Navid. Namun, hal tersebut tidak meredupkan semangat para pendengar yang ingin tahu tentang kesibukan WSATCC saat ini. Saat ini WSATCC memang sedang melakukan promosi single mereka yang terbaru, Suburbia. Suburbia sendiri bercerita tentang kompleksitas kehidupan komuter kota, yang berdasarkan pada pengalaman Ricky pribadi. Keluarnya single Suburbia ini dibarengi oleh “Radio of Rock Tour Serial 2” yang diadakan di Kota Purwokerto, Malang, Solo, Surabaya, dan Denpasar pada tanggal 15-21 Februari 2016 lalu. Pemilihan kota untuk tour kali ini bertujuan untuk mendapatkan suasana baru setelah Radio of Rock Tour 1 yang telah diadakan di Semarang dan Yogyakarta. Dalam tour ini, WSATCC juga manggung bersama Efek Rumah Kaca. “Tour ini adalah tour perpisahan” kata John Navid. Radio of Rock Tour Serial 2 rupanya juga menjadi moment perpisahan dengan Cholil, yaitu vokalis Efek Rumah Kaca yang akan vakum selama 4 tahun karena akan kembali ke New York.

Selain bercerita tentang single terbaru mereka, WSATCC juga sharing pengalaman mereka manggung di atas bus. Ya, moment ini terjadi saat perhelatan Java Jazz 2016 digelar. “Seru buat main di stage bus,ya. Walaupun panggungnya kecil, tapi seru” komentar John Navid. Ricky juga berbagi cerita tentang asal usul bus tersebut, “dari jaman gue dulu baru masuk kuliah, stage bus itu memang legendaris banget. Itu punya Rene Van Halsdingen, pemain piano asal Belanda, dia suaminya Luluk Purwanto, pemain biola”. Bus itu rupanya memang sudah sering melanglang buana tak hanya di Belanda atau Indonesia, tetapi juga sudah pernah singgah di Australia, Amerika, dan lain-lain.

Berkaitan dengan HMN, kami meminta Ricky dan John Navid untuk berandai-andai, jika suatu saat mereka menjadi presiden, kebijakan apa yang ingin mereka buat untuk memajukan musik Indonesia. Hal ini mengingat bahwa diperingatinya 9 Maret sebagai HMN adalah keputusan dari mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang bertujuan agar kita lebih menghargai musik nasional. Namun, menurut Ricky dan John Navid, hanya membuat hari peringatan saja tidak cukup. Yang ingin mereka lihat adalah program-program dari pemerintah sendiri yang bisa menguntungkan bagi para seniman musik. Contoh kebijakan yang telah memberikan efek nyata adalah harga sewa di gedung konser yang diturunkan. Misalnya di Gedung Seni Jakarta. Dulu sebelum masa pemerintahan Jokowi, harga sewa gedung tersebut sekitar 12 juta rupiah sekarang sudah dipangkas menjadi 5 juta rupiah. Kemudian gedung konser di PIM, dulu bisa mencapai 150 juta rupiah, tapi sekarang berdasarkan kebijakan gubernur harganya menjadi 20 juta rupiah. Dengan demikian akan lebih banyak seniman yang mau menyelenggarakan konser. Harapan dari Ricky dan John Navid yang mewakili WSATCC ini semoga saja bisa didengarkan oleh pemerintah, karena nyatanya para seniman memang tidak merasakan dampak perubahan yang signifikan dari ditetapkannya HMN setiap 9 Maret. Seniman lebih butuh aksi nyata, bukan hanya sekedar wacana.

DITULIS : PUTU INTAN RAKA CINTI (SISIN)