bandXofXhorse

Artist               : Band of Horses

Album             : Why are You Ok?

Label               : Interscope

Tanggal rilis    : 10 Juni 2016

 

HORSE REBRAND

Oleh: Cinthia Ayu Claudina

Satu dekade silam, band southern rock asal Seattle, Amerika Serikat ‘Band of Horses’ muncul ke permukaan dengan debut LP “Everything All the Time” yang cukup revolusioner, mengingat bahwa hampir semua tv show  dan film yang tayang pada masa itu menjadikan “The Funeral” sebagai salah satu pengiring wajib di paling tidak satu adegannya. Sound yang mereka persembahkan pada album tersebut begitu signifikan, cenderung gelap dan fokus kepada kesengsaraan, yang ironisnya malah menjadi ciri khas tersendiri bagi band tersebut sampai ke album-album berikutnya; ditandai dengan himne patah hati yang sampai saat ini masih sering digaungkan seperti “No One’s Gonna Love You,” dan sebagainya.

Pada album ini Ben Bridwell, dkk terdengar seperti mencoba mengeksplorasi warna musik mereka lebih jauh. Sang frontman yang kini merupakan ayah dari empat orang bocah kecil nampaknya telah menemukan suatu materi lirik baru, dimana seolah-olah ia menyadari bahwa hidup tak selamanya kelabu. Hal ini ditandai dengan single utamanya “Whatever, Wherever” yang menceritakan tentang adanya secerca harapan di ujung perjalanan. Single berikutnya, “Casual Party,” menceritakan tentang dilema yang dialami seseorang ketika sedang bersosialisasi. Suatu posisi sulit akan keinginan memulai pembicaraan tetapi disisi lain juga ingin kabur dari pembicaraan yang sama, aka. kesulitan yang hampir kita semua hadapi pada setiap harinya (re: saya). Track lainnya yang juga mencolok dari album ini adalah “Dull Times/The Moon.” Suatu persembahan yang begitu mewah, lebih mewah dari semua yang pernah mereka rilis, dan juga yang paling banyak diselipkan berbagai hal di setiap momen yang tersedia dalam tujuh menit sebuah lagu. Ketiga track tersebut terdengar jauh lebih dinamis dari diskografi mereka sebelumnya, yang bisa berarti baik maupun buruk, well, tergantung selera sang pendengar pastinya. Distorsi drum yang begitu nyata, penggunaan synth yang (bagi telinga saya dan banyak penduduk bumi lainnya yang mengidentikkan Band of Horses dengan kesedihan duniawi) terdengar asing, serta alur yang berbeda menjadikan album ini bagaikan segmen berbeda dari diskografi mereka.

Meskipun demikian, aspek kesendirian yang dimiliki Bridwell belum sepenuhnya hilang pada album ini. “In A Drawer” misalnya, masih memiliki sound yang cukup akrab akan vokal otentik Bridwell yang mistis, terdesolasi, dan memberikan suasana yang berbeda di setiap track-nya.

All in all, album ini bukanlah sesuatu yang pantas untuk dijadikan perkenalan bagi ‘generasi’ baru, tetapi cukup sebagai obat kangen bagi mereka para ‘generasi’ lama. Namun demikian bukan berarti kami “para orang tua” diam-diam tidak menantikan anthem tangisan pukul dua dini hari berikutnya ya.