“Kemerdekaan hendaknya dikenakan terhadap caranya anak-anak berpikir, yaitu jangan selalu ‘dipelopori’ atau disuruh mengakui buah pikiran orang lain, akan tetapi biasakanlah anak-anak mencari sendiri segala pengetahuan dengan menggunakan pikirannya sendiri.” Beberapa kalimat wasiat dari Sang penggerak pendidikan bangsa, Ki Hajar Dewantara, yang mungkin bisa sedikit membuat kita lebih sadar bahwa apa itu Pendidikan yang sebenarnya.

Mungkin sebagai anak bangsa, kita sedikit terpelatuk dengan kalimat tersebut. Mengapa? Karena kondisi yang ada disekitar kita sungguh sebaliknya. Melihat pendidikan saat ini, siswa disuguhi dengan berbagai macam paket belajar lengkap dengan seluruh mata pelajaran dari segala sisi ilmu pengetahuan. Dijejal disana-sini demi mengindahkan kata ‘Ilmu dan pendidikan’. Tapi mengapa hasil yang kita dapatkan justru tidak melebihi siswa lain diluar bangsa sana yang bahkan waktu belajarnya hanya dihabiskan dengan permainan, bahkan tidur?

Sebagai seorang mahasiswa yang sedikit banyaknya sudah mencoba seluruh jenjang pendidikan di Indonesia, kita sepertinya dapat memaknai kalimat Ki Hajar Dewantara tersebut dengan lebih kritis. Dan benar saja, ada yang salah dalam proses memaknai pendidikan oleh kita selama ini : kita hanya berusaha menyetujui pemikiran orang dengan alasan tertentu yang mengharuskannya, sementara tidak banyak dari kita yang mau berpikir lebih keras untuk jawaban diri sendiri. Dalam dunia pengetahuan dan scien, siswa Indonesia memang cukup bahkan lebih dari cukup untuk dikatakan unggul dengan Negara lain. Sayangnya, kepintaran yang terdoktrin itu justru menumpulkan sisi kritis siswa dalam berpikir. Siswa terlalu terbiasa didoktrin, dibentuk pemikirannya, diarahkan cara analisisnya, sementara pemikirannya sendiri dihambat dan seakan dibatasi

Sering kali kita mengalami keadaan ketika kita ingin berpendapat, tapi hal tersebut tidak diterima karena tidak sesuai teori yang sebenarnya. Padahal, berpikir out of box merupakan salah satu cara mengasah isi kepala kita masing-masing. Kita dituntut berpikir, menumbuhkan rasa ingin tahu dan mempertajam insting. Seharusnya, pendidikanlah yang mampu mewujudkan itu semua. Dimana lagi cara berpikir yang terbuka dapat dibentuk selain melalui cara belajar yang menghargai pendapat dan tidak menuntut pengakuan pendapat. Mungkin itulah makna dari pendidikan yang seharusnya kita rasakan saat ini, berpikir, bukan sekadar mengakui pikiran orang tanpa melalui proses mengkritisi.

Sebagai generasi penerus pun kita harus mampu menjadi para pengajar masa depan yang peduli dengan pendidikan, tidak perlu dirayakan secara simbolis, tapi praktekkan proses pendidikan yang sesungguhnya. Laksanakan arti pendidikan yang seharusnya diharapkan Ki Hajar Dewantara bagi anak bangsa.