SIGITArtist               : The S.I.G.I.T

Album             : Detourn

Label               : FFWD

Tanggal Rilis   : 21 Maret 2013

The Holy Mountain

Oleh: Fikri Averous / Verus

Komprehensif dan penuci otak, adalah dua kata terbaik untuk menggambarkan album yang sudah melewati kontemplasi sangat matang ini. Riff yang meraung-raung serta segala macam unsur baru berhasil disajikan dengan sangat indah oleh band asal Bandung ini. Setelah menempuh 7 tahun perjalanan, akhirnya meledaklah album penuh kedua dari The S.I.G.I.T yang sebelumnya dijembatani oleh “Hertz Dyslexia” sebagai album berbentuk EP.

“Detourne,” wejangan pembuka yang diwarnai dengan lapisan synth ala Farri membuat kita tersadar bahwa The S.I.G.I.T menawarkan suatu komposisi musik baru yang berbeda dengan album sebelumnya. Selain vocal Rekti Yoewono yang terdengar lebih tua dan semakin matang, The S.I.G.I.T mencoba memberikan nuansa baru dengan memadukan instrumen musik yang tidak terpikirkan sebelumnya, saxophone. Musikalisasi yang lengket nan menggigit lalu disusul dengan pentatonic solo memberikan suatu angin segar bagi warna musik The S.I.G.I.T pada album ini.

Menyambut tendangan pembuka, bukannya menurunkan instensitas musik mereka, The S.I.G.I.T justru semakin liar dan tak terkendali melalui “Let the Right One In.” Dengan materi lagu yang terdengar tidak jauh berbeda dengan album sebelumnya, The S.I.G.I.T merusak berbagai spekulasi para kritikus musik. Membosankan? Tentu tidak! Walaupun dengan isi yang sama, The S.I.G.I.T tetap membungkus lagu ini dengan jenius dan memiliki kelasnya tersendiri.

Dengan musik yang terbilang sangat canggih dan meninggalkan “para pemain besar” lainnya di bisnis music Tanah Air, The S.I.G.I.T tetap memberikan lapak bagi para pendengarnya untuk larut dalam ke khusyuk-an headbang. Hal ini terbukti dengan apa yang mereka sajikan pada dua menit terakhir lagu “Tired Eyes.” Jamming bebas yang di komandani oleh Adit pada lagu ini memberi tanda bahwa inilah menit-menit terpenting dari album “Detourn” yang harus di agungkan oleh siapapun yang mendengarnya.

Sebagai penutup pada karya kolosal mereka, dengan cerdas The S.I.G.I.T menempatkan “Conundrum” sebagai nomor terakhir pada album ini. Jujur saja, dari sebelas lagu yang The S.I.G.I.T coba suguhkan pada album ini, “Conundrum” adalah nomor favorit saya. Diantarkan dengan delay serta panning jenius oleh Farri, The S.I.G.I.T seolah-olah seperti menarik kita kedalam pusaran kegelapan. Tidak hanya itu, permainan drum dengan porsi yang sangat pas oleh Acil membawa nuansa pada lagu ini semakin dalam dan kelam. Secara singkatnya, semua materi dan komponen pada lagu ini benar-benar berhasil membuat saya terjatuh kedalam alam depresi nan semu yang berisikan fantasi gelap.

Layaknya seorang tamu yang berkunjung ke sebuah rumah yang mewah, pastilah kemegahan rumah bukan menjadi perhatian utama si tamu, melainkan cacat bangunan rumah itu sendiri. Menganalogikan album “Detourn” milik The S.I.G.I.T dengan hal tersebut, “rumah” yang dibangun oleh band rock asal Bandung ini sangatlah sulit untuk dicari sisi cacatnya. Karena selain berisikan suguhan materi musik kelas wahid, artwork yang menjadi pilihan untuk cover album ini pun bukan barang main-main. Karya yang sangat misterius tersebut mengingatkan kita akan karya suci milik Alejandro Jodorowsky, “The Holy Mountain.” Sebuah film fantasy surreal yang sangat jenius, yang bisa dikatakan sebagai personifikasi visual paling sepadan dengan album ini.