Hari Perempuan Internasional: Potret Indonesia dalam Menyikapi Titik Balik Kesetaraan Gender

Dengan mengusung tema “DigitALL: Inovation and Technology for Gender Equality”, hari perempuan tahun 2023 yang jatuh pada Rabu (8/3/2023) menjadi ajang bagi seluruh komponen masyarakat dunia dalam menyuarakan hak-hak perempuan di segala aspek kehidupan, seperti sosial, politik, ekonomi, dan budaya.
Menilik dari situs PBB, tema yang diambil tersebut ditujukan untuk menekan pentingnya teknologi digital dalam mengangkat isu kesenjangan ekonomi, sosial, dan gender. Adapun International Women’s Day (1WD) sebagai institusi yang menaungi kesejahteraan perempuan melakukan kampanye dengan tajuk “Embrace Equity” dalam rangka merayakan hari perempuan ini. Kampanye dimaksudkan untuk menggiatkan pemahaman masyarakat bahwa diskriminasi dan stereotip akan suatu gender harus ditiadakan eksistensinya, sedangkan inklusifitas dan kesetaraan harus dijadikan sebagai pilar dalam menjalani kehidupan.
Bertolak dari kenyataan tersebut, Hari Perempuan Internasional semestinya menjadi refleksi bagi setiap negara perihal bagaimana realisasi kesetaraan gender selama setahun ke belakang. Indonesia melalui Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) menyikapi perayaan pening ini dengan kenaikan pengaduan atas kasus kekerasan berbasis gender selama tahun 2021 hingga 2022, yakni 49 kasus.
Ini dipaparkan langsung oleh Bahrul Fuad yang menjabat sebagai Komisioner Komnas Perempuan dalam acara peluncuran Catatan Tahunan Komnas Perempuan tahun 2023. Dengan total 4.371 pengaduan pada tahun 2022, Fuad mengatakan bahwa kenaikan ini disebabkan oleh gencarnya Komnas Perempuan dalam menyuarakan program “16 Hari Kampanye Anti Kekerasan Perempuan” yang bekerja sama dengan daerah-daerah serta elemen terkecil yang ada di lingkungan masyarakat.

Di sisi lain, sebanyak 1.000 aktivis perempuan turun ke jalan dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional dengan membawa isu pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Koordinator aksi—Mutiara Ika—mengungkapkan jika RUU PPRT memiliki kedudukan krusial bagi pekerja perempuan dalam menunjang hak-haknya. Sebenarnya kebijakan ini telah digaungkan sejak 19 tahun lalu, tetapi nihil hasil karena sulit masuk ke rapat paripurna DPR RI.
Realitas di atas menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dilakukan Indonesia dalam mewujudkan kesetaraan gender yang memperhatikan hak-hak perempuan. Tidak hanya dalam hal lumrah atau bermasyarakat, tetapi juga dalam ranah pekerjaan yang menyangkut perempuan. Penting bagi pemerintah untuk menyamaratakan derajat perempuan, dan penting juga bagi masyarakat sipil untuk memahami kedudukan perempuan yang sebenarnya.
Written by Annika Nurma Roji
Sumber: Kompas, Media Indonesia, Tempo
No Comments Yet